Presiden Jokowi beberapa kali disebut menerapkan taktik nabok nyilih tangan. Saat ingin menjegal pencalonan Budi Gunawan menjadi Kapolri misalnya, Jokowi disebut meminjam tangan KPK.
Upaya Moeldoko membajak Partai Demokrat diduga merupakan taktik nabok nyilih tangan menjelang Pilpres 2024. Pengurus Partai Demokrat menuding, Moeldoko menjadi perpanjangan tangan Presiden Jokowi untuk menjegal pencapresan Anies Baswedan.
Indikasi cawe-cawe Presiden Jokowi juga menguat dalam sengketa kepengurusan Partai Demokrat. Sengketa mencuat, akibat penyelenggaraan Kongres Luar Biasa Partai Demokrat.
Dalam KLB di Deli Serdang pada 2021 itu, Kepala Staf Presiden Moeldoko terpilih sebagai ketua umum. Namun, Kemenkumham menolak mengesahkan pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko dan hanya mengakui struktur yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono.
Namun, kubu Moeldoko terus melakukan berbagai upaya hukum untuk menguasai Partai Demokrat. Upaya Moeldoko mencopet Partai Demokrat diduga terkait Pilpres 2024.
Jika benar Moeldoko merupakan proxy yang mewakili kepentingan politik Presiden Jokowi, maka sekali lagi Jokowi menjalankan taktik nabok nyilih tangan.
Meski begitu, tudingan bahwa manuver Moeldoko adalah bagian dari upaya istana menjegal bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan, ditepis Menkopolhukam.
Referensi dan resistensi, menurut Denny Indrayana, menjadi kata kunci politik cawe-cawe Presiden Jokowi. Kelompok yang dianggap sebagai kawan jalannya dilapangkan, sementara mereka yang dianggap berseberangan terus dihalangi, dipersulit, dan ditekan.
Saat kepala pemerintahan jelas menunjukkan sikap keberpihakan, kualitas pesta demokrasi jadi taruhan. Presiden harus netral, tidak bisa ditawar. Pemegang kekuasaan yang baik, jangan melakukan intervensi politik.