UMKM. Foto: Medcom.id.
Jakarta: Data ASEAN Investment Report 2022 yang diterbitkan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) memaparkan jumlah UMKM di Indonesia mencapai angka 65,46 juta. Serta berkontribusi sebesar 60,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) serta mampu menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia.
Walaupun demikian, saat ini pelaku UMKM masih menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan, perencanaan, dan pendanaan bisnis mereka. Hal tersebut tercermin dari hasil OCBC NISP Business Fitness Index 2023, sebuah riset yang dilakukan untuk mengukur kesehatan finansial dari suatu usaha.
Hasil survei menunjukkan nilai rata-rata skor dari seluruh skala usaha adalah 43,84, yang masih jauh dari skor ideal yaitu 75. Artinya, mayoritas UMKM Indonesia memiliki kesehatan finansial yang perlu ditingkatkan.
"Meskipun saat ini kesehatan finansial mayoritas UMKM Indonesia masih belum optimal, kita harus optimis dan percaya angka tersebut dapat terus ditingkatkan untuk mencapai skor ideal," ungkap Head of Retail Loan Business Bank OCBC NISP Heriwan Gazali, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 31 Mei 2023.
Dari sisi pengelolaan bisnis, 44 persen UMKM di Indonesia masih mencampurkan keuangan pribadi dan bisnis mereka. Padahal, kedua hal tersebut seharusnya dipisahkan demi memudahkan mereka menjaga kondisi keuangan bisnis yang lebih sehat.
Selanjutnya, 75 persen UMKM di Indonesia mengaku sudah melakukan pencatatan keuangan; namun 80 persen dari mereka masih melakukan pencatatan keuangan secara manual di zaman yang serba digital ini. Bahkan, hanya 34 persen UMKM yang memanfaatkan produk digital untuk berbisnis dan operasional mereka.
Terkait perencanaan, sebagian besar UMKM masih perlu meningkatkan kemampuan untuk memenuhi dan mengelola kondisi keuangan usaha. Contohnya dalam perencanaan untuk mendapatkan dana pinjaman tunai dalam keadaan darurat.
Sebab, 53 persen UMKM belum memiliki estimasi ataupun tidak paham cara membuat estimasi anggaran, pendapatan, dana untuk usaha berjalan serta bagaimana mendapatkan dana darurat. Akibat kesadaran perencanaan yang rendah tersebut, rata-rata UMKM Indonesia (50 persen) hanya memiliki dana cadangan yang dapat mendukung kegiatan operasional selama 1-4 bulan.
Rendahnya intensi UMKM Indonesia untuk mengajukan pinjaman usaha disebabkan oleh akses informasi ke lembaga keuangan dan jumlah atau nilai jaminan yang terbatas. Tak hanya itu saja, masih banyaknya UMKM yang melakukan pencatatan keuangan secara tidak sistematis dan tidak rutin (52 persen) juga dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga penyedia kredit lainnya.
"Agar UMKM #BeraniNaikLevel, pebisnis dapat merevolusi cara pandang ketika mereka memulai bisnis, serta melakukan transformasi operasional finansial untuk menumbuhkan usaha. Sehingga tidak hanya sekedar modal niat dan mengejar keuntungan dengan instan, melainkan juga fokus pada pertumbuhan bisnis yang lebih berkelanjutan sejak dini,” tambah Heriwan.
Untuk menjawab tantangan yang dihadapi para pelaku UMKM dan dalam rangka mendukung UMKM Indonesia, Bank OCBC NISP memperkenalkan Nyala Bisnis, sebuah solusi finansial inovatif yang menyasar para pelaku UMKM.
Nyala Bisnis menawarkan kenyamanan pengelolaan keuangan bisnis melalui satu rekening dengan 13 mata uang, bebas biaya transaksi antarbank tanpa batas dengan BI Fast, akses mudah terhadap pinjaman, gratis biaya MDR QRIS serta kemudahan transaksi bisnis digital di mana saja dan kapan saja via One Mobile dan Velocity, termasuk kemudahan transaksi valas melalui digital banking tersebut dengan kurs yang kompetitif.
Salah satu keunggulan Nyala Bisnis lainnya adalah Business Fitness Solution yang menyediakan berbagai manfaat seperti pengecekan kesehatan bisnis dan akses modul keterampilan bisnis gratis, serta mengikuti kelas komunitas bisnis dengan pakar bisnis melalui ruangmenyala.com.